Read Time:2 Minute, 6 Second

Penulis: Rhessya Putri Wulandari Tri Maris (Pengurus LPM Ukhuwah)

Belakangan ini, maraknya kasus terkait pelecehan seksual yang terjadi di masyarakat. Pelecehan dapat menyerang kaum perempuan maupun laki-laki. Dari banyaknya kasus pelecehan yang terjadi, perempuan dianggap korban paling rawan.

Seringkali masyarakat membebankan kesalahan kepada pihak perempuan mengenai cara berpakaian atau cara berjalan yang dituding mengundang nafsu para pelaku pelecehan seksual.

Paradigma inilah yang membuat korban perempuan merasa dikucilkan. Masyarakat hanya fokus kepada pakaian yang dipakai oleh korban bukan kepada si pelaku. Padahal, cara berpakaian tidak melulu menjadi alasan terjadinya pelecehan. Jumlah korban yang menggunakan pakaian tertutup justru jauh lebih banyak. Hal ini dibuktikan dengan hasil survei yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA).

Baca juga: Indonesia Butuh Anak Muda: Memangnya Negara Kita Mau Jadi Apa?

Mayoritas pelecehan terjadi pada mereka yang memakai rok dan celana (17,47%), disusul baju lengan panjang (15,82%), baju seragam sekolah (14,23%), baju longgar (13,80%), berhijab pendek/sedang (13,20%), baju lengan pendek (7,72%), baju seragam kantor (4,61%), berhijab panjang (3,68%), rok selutut atau celana selutut (3,02%), perempuan bercadar (0,17%) dan baju ketat atau celana ketat hanya (1,89%) saja.

Kebanyakan dari korban pelecehan memilih untuk merahasiakan dan enggan melakukan pelaporan terhadap pelaku karena takut dicap sebagai perempuan tidak benar oleh masyarakat.

Hal ini berkaitan dengan sikap masyarakat yang hanya menyalahkan pihak keluarga korban akibat tidak mampu menjaga anak mereka dengan baik. Sejatinya, apabila terjadi pelecehan di masyarakat, yang harus paling disalahkan adalah pelaku, terlepas dia laki-laki atau perempuan. Jika tidak ada akal bulus juga dari pelaku, bisa saja pelecehan itu tidak akan terjadi. Sebab, kesempatan untuk melakukan kejahatan itu dicari, bukan datang sendiri.

Sehingga perlu adanya perubahan pola pikir bahwa kesalahan yang terjadi dalam kasus pelecehan adalah datang dari sang pelaku. Mau bagaimana pun bentuknya, pelaku tetap bertanggungjawab atas aksinya.

Selain itu, terjadinya kasus pelecehan bahkan kekerasan yang melibatkan residivis menekankan bahwa hukuman yang diberikan kepada pelaku belum setimpal dengan tindakan yang dilakukan.

Oleh karena itu, sistem hukum dan hukuman bagi para pelaku pelecehan perlu ditinjau kembali untuk memastikan bahwa pidana yang diberikan bisa memberikan efek jera. Selain itu juga memberikan dukungan psikologis dan hukum bagi korban sangat penting. Layanan yang ramah dan aksesibel dapat membantu proses pemulihan dan memberdayakan perempuan untuk melanjutkan hidup mereka.

Secara keseluruhan, untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap perempuan, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan individu. Hanya dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, kita dapat mengurangi dan akhirnya menghilangkan kekerasan ini dari masyarakat.

About Post Author

Marshanda

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
100 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Indonesia Butuh Anak Muda: Memangnya Negara Kita Mau Jadi Apa?
Next post Mengusung Tema Bongkar Fakta Lewat Data, PJTLN Bahana Resmi Dibuka