CERPEN: APA SALAHKU?

Penulis: Anisyah (Mahasiswi Program Studi Bahasa dan Sastra Arab Angkatan 2021)                                            

Sumber: Pinterest.

Cerpen – Ukhuwahnews | Bagaimana definisi dewasa? Apakah dari segi umur atau sifat bahkan tingkah laku? Apa yang bias menerima keadaan dalam kondisi baik maupun buruk yang dipaksa oleh keadaan menjadi dewasa?.

“Mama dan Papa akan bercerai!” tubuhku bergetar hebat, nafasku tercekat seperti ada yang menyangkut di tenggorokan, rasanya ada hal panas yang menjalar kedadaku mendengar pernyataan yang tidak pernah kuduga.

“KENAPA MEREKA INGIN PISAH? APA ADA YANG SALAH? APA INI KARENAKU,” teriakku saat aku dikamar.

“Katanya dalam pernikahan harus ada cinta dan tujuan yang sama, percuma saling mencintai tapi tujuan sudah tidak sejalan,” aku bertanya-tanya pada diri sendiri.

“Mengapa terjadi kepada orang tuaku? dan juga jalanku? BAGAIMANA DENGAN AKU DAN JALANKU?” teriakku luruh ke lantai dengan menangis meraung.

Membenturkan kepala ke tembok seakan akan mendengar suara berbisik lirih yang menyuruhku melakukan hal itu. Dadaku yang sesak, badan yang gemetar. Aku tidak tau apa yang terjadi kepadaku, aku hanya belum bisa untuk menerima keadaan, menyalahkan diri sendiri penyebab mereka berpisah.

“Sayang maafin mama ya kamu harus mengalami hal ini,” ucapnya sambil memelukku dengan hangat.

Aku hanya diam tidak berkata dan berontak.

“Maaf mama kali ini memilih mengikuti ego, kami tidak sejalan lagi,” lanjut mama yang masih mendekapku.

“Kalau ga sejalan kenapa ga diam di tempat aja? Apa yang sebenarnya terjadi? Salahku apa?” Aku bertanya-tanya dalam pikiranku sendiri.

Kisah Panjang dengan perjalanan yang sulit, apakah akan beakhir dengan  baik? Sesuatu yang disebut rumah bahkan sudah hancur.

 “Hari ini mama yang nemenin kamu ya,” ucap mama dengan lembut

Aku hanya menurut saat mama menggandeng tanganku untuk memasuki mobil, kami akan ke pskilolog, aku seperti orang gila bukan?. Mobil yang kami naiki meleawati pejalan kaki di trotoar, aku amati dan aku memikirkan kehidupan meraka.

“Apa mereka baik baik saja? Apa mereka masih bisa tertawa lepas disaat merasa dunia runtuh?” Fikirku saat mengamati mereka.

Sesampai dirumah sakit aku menceritakan apa yang kulihat diperjalanan menuju ke rumah sakit.

“Mereka kelihatan sangat bahagia, apa dokter juga merasa bahagia? Sepertinya hanya akiu disini yang merasa dunia akan runtuh,” tanyaku kepada dokter.

Dokter hanya tersenyum mendengarkan pertanyaanku.

“Apa dokter ga punya hal yang harus di khawatir kan?” aku bertanya lagi dengan wajah tanpa ekspresi.

“Dokter juga punya hal yang harus di khawatir kan kok, cuma dokter ga berlarut-larut dalam masalah itu,” tersenyum dengan manis dokter wanita itu menatap ku.

“Kamu juga ga boleh larut dalam masalah kamu,” dia melanjutkan lagi.

“Kita ga bisa terus berdiri disatu titik, hidup ini terus berjalan dengan atau tanpa masalah, setiap orang pasti punya masalahnya masing-masing dan jalan yang ga akan bisa selalu sama,” tutur dokter dengan lembut.

kenapa aku merasa suaranya sangat halus seakan membelai lembut masuk kedalam hatiku.

“satu yang ga seharusnya dikhawatirkan oleh manusia, takdir dari Tuhan. Kamu pasti tau kan dan sering dengar pasti Tuhan gak akan pernah memberikan cobaan kepada hambanya diluar kemampuan manusia itu dan kamu juga harus percaya,” tuturnya lagi menasehatiku.

“Lalu kenapa aku merasa tidak sanggup menjalani cobaan dari-Nya?” tanyaku kepada dokter.

“Bukannya kamu ga sanggup menjalankannnya, kamu hanya ga yakin bahwa kamu mampu, kamu ga yakin sama diri kamu sendiri, dan masih menganggap semua ini terjadi karena kamu,” jawabnya menyakinkanku.

Seolah membaca pikiranku, aku kalah telak. dokter itu benar aku tidak yakin sama diri aku sendiri dan masih merasa bersalah.

“Apa ini salahku? apa semua ini terjadi karena aku?” pikirku dan ku pejamkan mataku sejenak lalu mengarahkan pandanganku ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul 12 malam.

Aku menahan nafas sebentar,

“Tidak! ini bukan salah siapapun ini adalah takdir yang tertulis,” ucapku meyakinkan diri sambil memeluk diriku sendiri, tidak apa-apa semuanya pasti akan membaik.

Kalimat ini selalu terputar dimemoriku “Tidak perduli apa yang terjadi, dunia akan tetap berjalan semestinya tidak akan ada yang berubah, life goes on. hanya tinggal kamu saja yang mengatur kehidupan mu untuk bahagia atau tidaknya”.

Hari berganti hari, malam berganti malam dan aku berusaha menerima semua yang terjadi dan mungkin inilah yang terbaik bagi kami, setidaknya itulah yang kupikirkan untuk saat ini. masih menjadi misteri untuk kedepannya ini akan berakhir baik atau buruk tidak ada yang tau. 

“kamu tidak tidur sayang?” tutur mama sambil mengelus kepalaku dengan rasa bersalah.

“Pertanyaan yang retoris,” ucapku dalam hati sambil melihat mama dengan tatapan lesu.

“Makasih ya sayang udah bertahan, makasih udah menerima semuanya,udah maafin mama dan papa kamu, dan yang terpenting diri kamu sendiri,” suara bergetar dengan bibir tersenyum tipis dan perlahan air mataku pun mengalir.

“Mama juga makasih ya udah berjalan sejauh ini sama aku,” ucapku sambil memeluk mama, perlahan tangisku  berhenti, merasa lega seakan ada beban berat yang hilang dan sesuatu yang telah selesai.

-Selesai-

Editor: Imelda Melanie Agustin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *