Penulis: Marsya Dwi Rismanda
Hujan itu berkah.
Bukan untuk disalahkan.
Tidak melulu air yang jatuh menjadi kejahatan.
Ia tidak salah.
Pelangi sehabisnya juga berkah.
Kenapa dia tidak ikut disalahkan?
Kenapa semua harus hujan?
Jangan lihat ia dari apa yang dihasilkan.
Lihat lah dari proses terjadinya.
Baca juga:Â Tolak Revisi RUU Penyiaran, AJI Palembang adakan Seruan Aksi Koalisi Pers Se-Sumsel
Wahai.…
Hujan bernyanyi sendu di atap rumah.
Sedangkan, pelangi selalu tersenyum setelahnya.
Bagai mengetahui, hanya hujan lah yang pantas.
Wahai.…
Tiap tetesan air itu membawa bahagia.
Proses terjadinya yang selalu dinanti.
Sang pewarna langit.
Jangan merasa bangga hati.
Palembang, 17 Mei 2024
Editor: Rhessya Maris
About Post Author
Marshanda
More Stories
Puisi: Insan Matang
[gallery columns="1" link="file" size="full" ids="1052"] Penulis: Ahmad Hafiizh Kudrawi Semakin luas pandangan terhadap dunia, Kian beragam pula Rangkaian momen keras...
Puisi: Lukisan Abu-abu
[gallery columns="1" size="full" ids="869"] Oleh: Vitria Isabella Di atas kanvas biru langit menganga luas, Malam temaram, dingin merangkul erat. Di...
Puisi: Saat Kelabunya Datang
[gallery columns="1" size="full" ids="854"] Oleh: Annisaa Syafriani Saat denting itu bernada, Kelabunya kan bertandang. Menyergap raga, Mengetuk segala tenang yang...
Puisi : Bayangan Diam
[caption id="attachment_814" align="alignnone" width="1280"] Ukhuwahfoto/Raihanah[/caption] Penulis : Nurhidayah Dalam keheningan gelap, terdengar langkah-langkah, Bertabur luka dan air mata yang terus...
Puisi: Hilang Arah
[gallery columns="1" size="full" ids="712"] Penulis: Vivin Noor Azizah Senyum hampa menghiasi rupanya Bangun di pagi hari Berharap agar tetap kuat...
Puisi: Tuan Berkacamata
[gallery columns="1" size="full" ids="699"] Penulis: Winda Wulandari Baru aku melangkah, titik terang menjamu pandangan Pada saat itu, tubuhku kaku sejenak...
Average Rating