Read Time:2 Minute, 5 Second
Ukhuwah Desain/Annisaa Syafriani

Penulis: Rani Dwi Oktafidiya (Sekretaris Umum)

Opini – Ukhuwahnews | Konsep work-life balance atau keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi semakin populer di Indonesia. Tren ini muncul seiring dengan perubahan pola kerja yang dipicu oleh perkembangan teknologi dan kebiasaan baru akibat pandemi.

Generasi muda, khususnya Generasi Z, semakin sadar akan pentingnya menyeimbangkan pekerjaan dengan kehidupan pribadi mereka.

Survei terbaru menunjukkan bahwa sekitar 69% pekerja di Indonesia menganggap work-life balance sebagai faktor utama yang meningkatkan semangat dan produktivitas kerja mereka.

Baca juga: Darurat! Pendidikan dan Kesehatan Terancam

Salah satu contoh yang mencuat adalah kebijakan kerja fleksibel yang mulai diterapkan oleh sejumlah perusahaan besar di Indonesia.

Unilever Indonesia, misalnya, mendorong karyawan untuk memblokir setengah hari setiap minggu tanpa pertemuan. Kebijakan ini bertujuan memberikan ruang bagi karyawan untuk melakukan pelatihan atau bekerja secara individu tanpa tekanan.

Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental karyawan, sekaligus mempertahankan produktivitas perusahaan.

Tak hanya itu, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga menguji coba kebijakan empat hari kerja dalam seminggu di beberapa instansi pemerintah, yang berhasil meningkatkan kesejahteraan karyawan. Dengan kebijakan ini, karyawan masih bekerja 40 jam dalam seminggu, namun dalam empat hari kerja saja.

Hal ini memungkinkan mereka untuk memiliki waktu lebih banyak bersama keluarga atau untuk kegiatan pribadi. Hal ini pada akhirnya diharapkan dapat mengurangi tingkat stres dan meningkatkan kinerja jangka panjang.

Namun, meskipun kebijakan work-life balance ini semakin marak, tidak semua sektor di Indonesia dapat menikmati manfaat tersebut.

Sektor informal dan pekerja di industri padat karya, seperti di pabrik garmen, masih menghadapi tantangan besar. Di sektor ini, banyak pekerja yang harus bekerja dengan jam panjang dan dalam kondisi yang tidak ideal, serta upah yang rendah.

Selain itu, ada pula kekhawatiran dari beberapa kalangan eksekutif terkait dampak kebijakan kerja empat hari dalam seminggu. Mereka khawatir bahwa kebijakan ini dapat menurunkan produktivitas dan daya saing perusahaan.

Meskipun demikian, para pendukung kebijakan ini berargumen bahwa dengan memberikan karyawan waktu yang lebih banyak untuk beristirahat, mereka akan kembali bekerja dengan lebih fokus dan produktif.

Secara keseluruhan, meskipun konsep work-life balance semakin populer di Indonesia, tantangan untuk menerapkannya secara menyeluruh masih besar.

Perusahaan-perusahaan besar sudah mulai memberikan contoh positif dengan kebijakan fleksibel dan waktu kerja yang lebih manusiawi, namun sektor-sektor tertentu masih menghadapi realitas yang jauh berbeda.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan perusahaan untuk bekerja sama dalam menciptakan ekosistem yang mendukung keseimbangan ini agar dapat mencakup semua lapisan masyarakat, tanpa terkecuali.

Editor: Annisaa Syafriani

About Post Author

Annisaa Syafriani

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
100 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Masihkah Membaca Buku Menjadi Metode Belajar Efektif di Era Digital?