Read Time:2 Minute, 20 Second
Ukhuwah Desain/Annisaa Syafriani

Penulis : Rani Dwi Oktafidiya 

Opini – Ukhuwahnews | Konflik antara ibu dan anak perempuan remaja bukanlah hal yang jarang terjadi. Ketegangan emosional dan perbedaan pandangan sering kali muncul dalam hubungan ini, meskipun keduanya memiliki ikatan biologis yang kuat.

Kasus Nikita Mirzani dan putrinya Lolly yang semakin merenggang karena perbedaan pendapat mengenai gaya hidup. Kasus ini menjadi contoh nyata dinamika yang sering terjadi antara ibu dan anak perempuan remaja pada umumnya.

Menurut psikolog keluarga Anna Surti Ariani atau yang kerab dipanggil Nina, ketegangan antara ibu dan anak perempuan sering kali dipicu oleh perbedaan pendapat, nilai, serta tantangan emosional yang dialami oleh remaja.

Dalam kasus Nikita dan Lolly, perbedaan cara pandang tentang kebebasan dan perilaku remaja menjadi pemicu utama konflik. Lolly yang menunjukkan perilaku bebas bertentangan dengan nilai-nilai yang diterapkan ibunya, yang menganggap tindakannya sebagai pemberontakan.

Baca juga: Menelusuri Keindahan Museum Al-Qur’an Terbesar Kota Palembang

Dikutip dari penjelasan Nina, pada proses perkembangan diri, remaja mulai merasa mandiri dan tidak lagi bergantung sepenuhnya pada orang tua. Kemudian, hal ini juga yang sering kali menjadi penyebab ketegangan. Remaja cenderung menantang otoritas orang tua, terutama ibu yang mereka anggap berusaha mengontrol hidup mereka.

Perbedaan cara pandang ini terlihat jelas dalam kasus Lolly. Seperti contoh, yang melarikan diri dari rumah setelah menjalani terapi untuk mengatasi gejolak emosionalnya. Perubahan fisik dan perasaan tidak nyaman dengan tubuh yang berkembang juga menjadi salah satu pemicu konflik yang tak bisa dianggap remeh.

Ketegangan yang berlarut-larut tidak hanya mempengaruhi hubungan ibu dan anak, tetapi juga berdampak pada kondisi psikologis keduanya. Remaja yang sering berkonflik dengan ibu cenderung merasa tertutup, cemas, dan kurang percaya diri. Mereka merasa tidak memiliki ruang untuk mengungkapkan perasaan, yang berisiko mengganggu konsentrasi dalam kegiatan belajar.

Di sisi lain, ibu yang terus-menerus berada dalam situasi stres akibat konflik ini bisa mengalami kelelahan emosional dan menarik diri dari pergaulan sosial, yang berpotensi memperburuk keadaan.

Lebih mengkhawatirkan lagi ketika konflik yang berlarut-larut dalam keluarga dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan fisik dan mental. Lingkungan yang penuh ketegangan dan stres seperti yang dialami dalam hubungan ibu-anak yang penuh konflik, dapat menurunkan daya tahan tubuh.

Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua, terutama ibu, untuk memberikan ruang bagi anak perempuan mereka untuk berkembang secara mandiri, namun tetap memberikan bimbingan yang positif.

Komunikasi yang terbuka dan saling mendengarkan adalah kunci untuk meredakan ketegangan dan menciptakan pemahaman yang lebih baik. Jika konflik terus berlanjut, mungkin perlu mempertimbangkan untuk mencari bantuan dari seorang psikolog atau konselor keluarga agar hubungan yang lebih harmonis bisa tercapai.

Kesimpulannya, konflik antara ibu dan anak perempuan remaja adalah hal yang wajar, namun perlu ada upaya bersama untuk mencari solusi yang sehat. Tanpa komunikasi yang efektif, ketegangan ini hanya akan memperburuk keadaan, baik bagi ibu maupun anak.

Editor : Annisaa Syafriani

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
100 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Menelusuri Keindahan Museum Al-Qur’an Terbesar Kota Palembang
Next post Puisi: Secangkir Kopi Hitam