Read Time:2 Minute, 2 Second

Pagar Alam – Ukhuwahnews | Pagar Alam merupakan kota yang terkenal akan budidaya tanaman teh dan kopi, karna sebagian besar keadaan tanah di kota Pagar Alam berasal dari jenis latosol dan andosol dengan bentuk permukaan bergelombang sampai berbukit. Dengan tanah yang mengandung kesuburan tinggi, kota Pagar Alam merupakan penghasil sayur-mayur, buah-buahan, dan merupakan salah satu subterminal agribisnis (STA) di provinsi Sumatra Selatan.

Selain budidaya tanaman teh dan kopi, masyarakat Pagar Alam juga menanam sayur-sayuran terutama cabai, cabai merupakan bahan pangan pokok bagi masyarakat Indonesia. Di Pagar Alam sendiri, warga desa Kerinjing, banyak menanam cabai karna lebih menguntungkan dengan cara penanam khusus untuk hasil panen yang memuaskan.

Imas (54) petani cabai Desa Kerinjing menjelaskan bagaimana proses penanaman cabai dari mulai penyemaian hingga siap di panen.

“Proses penanaman cabai ini dimulai dari penyemaian benih ke dalam polibag selama satu bulan. Setelah itu, bibit yang telah tumbuh dipindahkan ke lahan,” ucapnya.

Imas juga mengatakan untuk jangka waktu perpindahan hasil penyemaian ke lahan memakan waktu tiga bulan.

“Setelah dari proses penyemaian dan pemindahan ke lahan, tanaman cabai butuh waktu tiga bulan untuk siap dipanen,” ucap Imas saat di wawancarai pada Minggu (10/11/2024).

Baca juga: Lewat Seni Monolog, Mahasiswa UIN RF Sampaikan Pesan Untuk Pemerintah

Uniknya, para petani di dusun ini menggunakan teknik khusus, yaitu pemberian pupuk langsung ke batang cabai (cor) saat masa panen dimulai. Teknik ini dilakukan untuk menghasilkan cabai yang lebih besar dan subur.

“Kalau sudah selesai panen, batang cabai langsung kami cor agar tidak terkena hama dan supaya hasilnya lebih bagus,” tuturnya.

Dengan menggunakan teknik cor pada batang cabai, tanaman cabai bisa bertahan hingga enam bulan kedepan dengan hasil panen yang lebih banyak.

“Tanaman cabai kami bisa bertahan hingga enam bulan. Dalam satu kali panen, kami biasanya menghasilkan sepuluh karung dengan berat total sekitar 500 kilogram,” ungkapnya.

Imas mengaku harga cabai dari Desa Kerinjing tidak selalu stabil, di sebabkan daya saing dari hasil cabai daerah curup yang lebih bagus.

“Harga cabai dari Pagar Alam bisa anjlok kalau cabai dari Curup datang. Soalnya di sana cabai terkenal bagus-bagus, jadi kami harus bersaing soal harga,” lanjutnya.

Meskipun demikian, Imas tetap optimis dan terus menjaga kualitas cabai mereka. Berkat teknik perawatan yang baik, cabai dari desa ini tetap diminati oleh pasar.

“Harapannya semoga harga cabai bisa lebih stabil lagi, biar kami para petani cabai ini senang dan mendapatkan keuntungan lebih,” tutup Imas.

Reporter: Umi Puspita

Editor: Marshanda

About Post Author

Marshanda

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
100 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Lewat Seni Monolog, Mahasiswa UIN RF Sampaikan Pesan Untuk Pemerintah
Next post Teknik Jilid Jahit Cara Tradisional Tingkatkan Nilai Zine di Era Modern