Read Time:1 Minute, 54 Second

Palembang-Ukhuwahnews | Diskusi film dokumenter “17 Surat cinta” diselenggarakan di Universitas IBA, Jl Mayor Ruslan, 8 ilir, Kecamatan Ilir timur II, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, pada Minggu (17/11/2024).

Dari film “17 Surat Cinta” diceritakan mengenai Suaka Margasatwa tempat tinggal satwa orang utan yang berada di Rawa Singkil, Aceh, mulai mengalami penyempitan hutan lindung, mengakibatkan terjadinya banyak bencana seperti banjir, tanah longsor dan kebakaran hutan.

Acara diawali dengan pembukaaan kata sambutan dari Khoirul Sobri selaku ketua penyelenggara, ia mengatakan bahwa setiap isi film ini banyak memberikan inspirasi ke para penonton.

“Film ini banyak menuaikan motivasi membuat kita menyadari bahwa pentingnya menjaga alam agar terhindar dari fenomena bencana,” ujar Khoirul.

Baca juga: Dokumenter 17 Surat Cinta, Diharapkan Dapat Menyadarkan Pemerintah

Khoirul mengungkapkan Palembang menjadi salah satu kota terpilih dari tiga kota yang menyelenggarakan film dokumenter penuh makna ini.

“Kita semua dapat mengawal kasus-kasus khususnya di Provinsi Sumatera Selatan, karena isi dari film dokumenter tidak jauh beda dari kondisi daerah ini,” jelas Khoirul.

Ditempat yang sama, Wahyu Saputra sebagai Penanggung Jawab acara ikut menyuarakan film dokumenter ini yang diangkat dari tema “17 Surat Cinta” menceritakan tentang jurnalis dan photografer yang bertugas memotret dan mengulik tentang alam.

“Kisah jurnalis dan photografer memotret betapa indahnya bentang alam akan tetapi, realita di lapangan banyak sekali eksploitasi hutan, tambang, perkebunan sawit itu yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup,” ucap Wahyu.

Wahyu menyampaikan, berdasarkan film dokumenter ’17 Surat Cinta” hal yang paling disorot adalah daerah Aceh, Kalimantan, dan Papua yang sering terjadinya kerusakan alam terus-menerus hingga meningkat tiap tahun.

“Tiga daerah yang menjadi sorotan hilangnya habitat hewan lindung akibat dari bukaan lahan yang menyebabkan turunnya tanah karena pembabatan habis hutan sehingga terjadi banjir,” ujarnya.

Ia berharap mengenai acara seperti ini dapat berkolaborasi secara kompeherensif antar generasi, komunitas, dan jejaring sosial yang lebih luas.

“Semoga semakin banyak agenda-agenda yang diadakan di Kota Palembang kalau bisa seminggu sekali, kita harus saling support antar komunitas yang menyelenggarakan acara diskusi mengenai lingkungan,” tutupnya.

Wahyu mengucapkan rasa syukur atas terselenggaranya pemutaran film dokumenter dan diskusi di Kota Palembang tidak mengalami hambatan, berkat kerja sama panitia.

“Berkat kerja sama secara kolektif semua panitia, kegiatan ini berjalan lancar dengan meminimalisir hambatan,” tutupnya.

Reporter: Zahrah Wulan Sari (Anggota Magang LPM Ukhuwah)
Editor: Marshanda

About Post Author

Marshanda

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
100 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Dokumenter 17 Surat Cinta, Diharapkan Dapat Menyadarkan Pemerintah
Next post UIN RF Akan Terapkan Parkir Sistem Karcis, Gratis atau Bayar?