Read Time:1 Minute, 58 Second
Foto Perajin gerabah saat produksi celengan ayam di Kelurahan Sei Selincah, Kecamatan Kalidoni, Koota Palembang, Selasa (15/10/2024). Ukhuwahfoto/Vitria Isabella

Palembang – Ukhuwahnews | Lima dari sepuluh warga perajin gerabah di Kelurahan Sei Selincah, Kecamatan Kalidoni, Palembang, bertahan demi melestarikan kerajinan gerabah. Dengan keuletan tangan mereka, menciptakan nilai estetika tersendiri pada gerabah.

Salah satu perajin gerabah Selincah, Asmi mengatakan perajin gerabah masih banyak di pegang orang tua, ketimbang anak muda sekarang.

“Anak muda sekarang lebih suka jualan ketimbang membuat, kemarin ada sepuluh perajin gerabah, sekarang tersisa lima. Karna tidak ada penerusnya lagi,” ucapnya saat di wawancarai pada Selasa (15/10/2024).

Asmi menjelaskan dari punahnya pengrajin gerabah disebabkan faktor usia tua, dan minat anak-anaknya kurang untuk usaha gerabah.

“Jika bukan anak-anak kita, siapa lagi yang akan meneruskan kerajinan ini. Tapi nyatanya anak mudah kurang berminat mengolah gerabah,” jelasnya.

Baca juga: Kawan Community Sediakan Makanan Gratis bagi Mahasiswa UIN RF

Selain hilangnya penerus gerabah, omset yang di terima para perajin saat ini mengalami penurunan ketika memasuki musim hujan.

“Biasanya kita ada karyawan, masuk musim hujan gerabah susah kering, butuh beberapa hari untuk pengeringan. Jadi saat ini kita olah sendiri,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Asmin Mengatakan produk gerabah yang paling banyak di minati adalah celengan dan kendi untuk tembuni bayi baru lahir.

“Kendi dan celengan paling utama kita produksi, sebab itulah yang paling banyak di beli orang, terutama rumah sakit,” katanya.

Baca juga: Perkembangan Kain Jumputan Palembang Mulai dari IKM hingga tembus Mancanegara

Untuk harga dari setiap produk gerabah yang di jual oleh perajin tidak terlalu mahal karna pembelian dari agen pertama.

“Disini murah untuk per gendi, satunya 10 ribu ukuran biasa karna kita agen pertama. Tapi kalo sudah di luar tidak dapat lagi harga segitu,” tambahnya.

Adapun kendala yang di alami Asmi saat ini, adalah bahan baku terutama pada kayu bakar, biasanya mereka mengambil di belakang rumah, tapi sekarang harus membeli dari orang lain.

“Harga satu gerobak untuk kayu bakar 300 ribu, belum lagi tanah liat nya 2 juta dalam satu truk. Sehingga untung dalam jualan tidak seberapa besar modal yang keluar,” keluhnya.

Terakhir Asmi berharap, budaya gerabah ini terus berkembang sampai kapanpun, terutama di kota Palembang.

“Kalo bukan kita siapa lagi yang akan meneruskan budaya ini, setidaknya kita meneruskan budaya turun menurun dari orang tua kita,” tutupnya.

Reporter: Marshanda
Editor: Hanifah Asy Syafiah

About Post Author

Hanifah Asy Syafiah

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Peran Ganda Wanita, Faktor Dibalik Tren Marriage Is Scary
Next post Berikut Tahapan Terpenting Pembuatan Gerabah!