
Penulis: Rhessya Maris (Pemimpin Redaksi)
Feature – Ukhuwahnews | Malam ini dingin, ditemani cahaya bulan penuh saya menelusuri jalan-jalan di sekitar monumen bersejarah Kota Palembang, Benteng Kuto Besak (BKB). Di tengah hiruk pikuknya, ada sesuatu yang menarik perhatian saya.
Kretek … kretek…. Suara bising yang berasal dari salah satu ketek memecah lamunan saya pada saat itu.
“Ayo dek naiklah sini,” ucap salah seorang bapak-bapak memanggil saya dan teman-teman untuk menaiki ketek miliknya.
Berawal dari rasa penasaran melakukan perjalanan malam menelisik keindahan Kota Palembang di atas ketek, sembari menikmati pemandangan dengan suasana dingin khas Sungai Musi. Menghantarkan saya melihat keindahan dengan cara yang berbeda.
Baca juga: Agus, Pemanen Teh: Ungkap Kisah di Balik Teh Gunung Dempo
Di perjalanan, saya terus memegangi ponsel saya, khawatir tertinggal setiap momen indah seraya terus menerjang angin malam yang dingin. Mungkin kecepatannya mencapai 20-30 knot kala itu.
Kami datang di waktu yang tepat, bulatan terang di atas langit sedang menunjukan keindahannya, tangan saya otomatis mengambil kamera untuk mengabadikan momen tersebut, rasanya tidak sia-sia menahan dingin di malam ini.
Di tengah Sungai, begitu banyak hal yang saya temui, seperti cafe terapung, perahu nelayan dan beberapa perahu untuk mengangkut barang. Tak jarang juga teman-teman saya bertukar sapa dengan orang asing di perahu sebelah. Itu menjadi momen lucu yang tak akan terlupakan sepertinya.
Di pertengahan jalan menikmati pemandangan malam, mata saya tertuju ke bapak tua yang sedang mengawal perahu di belakang.
”Pak ini ketek punyo bapak, yo?” tanyaku penasaran.
“Iyo dek ini punya bapak dewek,” jawab bapak tersebut sembari tersenyum.
Bapak itu juga menambahkan jika wisata ini dibuka setiap hari mulai dari pagi sampai dengan malam. Dengan merogoh uang sebesar Rp. 20.000 per satu kepala saja kita bisa langsung menikmati wisata ini.
Kurang lebih 30 menit berlalu, akhirnya saya sampai di tempat pemberhentian terakhir. Padahal sebelumnya saya sempat ragu dan takut karena ini kali pertama saya berkeliling menggunakan ketek di Sungai Musi.
”Hati-hati, yo, tengok lagi barang-barangnyo agek ketinggalan,” ucap bapak tua tadi sembari membantu kami turun dari ketek miliknya.
”Jangan lupo agek naik lagi yo, dek,” sahut temannya.
”InsyaAllah yo pak,” sahut kami.
Pemandangan yang disuguhkan begitu Indah dan unik, hampir saja saya tidak ingin pulang dibuatnya. Rasanya seluruh penat saya kemarin ikut hanyut bersama aliran sungai yang saat itu tidak begitu deras.
Editor: Annisaa Syafriani
More Stories
Aroma Kejujuran dalam Setiap Cangkir Kopi Sendok Mas
[caption id="attachment_2470" align="aligncenter" width="672"] Salah satu pekerja di Kopi Sendok Mas yang sedang memindahkan biji kopi dari dalam karung di...
Agus, Pemanen Teh: Ungkap Kisah di Balik Teh Gunung Dempo
[gallery columns="1" size="full" ids="1683"] Penulis: Ahmad Hafiizh Kudrawi (Pengurus LPM Ukhuwah) Dalam perjalanan untuk mencari petani teh yang bisa dijadikan...
Forsaken: Band M-MKR UIN Raden Fatah yang Mengukir Prestasi di Panggung Festival
[gallery columns="1" link="file" size="full" ids="1528"] Penulis: Sri Wahyuni (Pengurus LPM Ukhuwah) Di tengah hingar bingar panggung Festival Band and Competition...
Niat Suci ASN Guru Tunaikan Ibadah Haji
[gallery columns="1" link="file" size="full" ids="1516"] Penulis: Ahmad Hafiiz Kudrawi (Pengurus LPM Ukhuwah) Menunaikan ibadah haji adalah mimpi terbesar bagi seluruh...
Serendipity: 9,5 Untuk Kemojo
[gallery columns="1" link="file" size="full" ids="1239"] Penulis: Winda Wulandari (Pengurus LPM Ukhuwah) “Kalau 10 terlalu sempurna. Kalau 8 gak bersyukur, jadi...
Average Rating