Read Time:2 Minute, 3 Second
Potret pemandangan ikonik Kota Palembang, Jembatan Ampera dari atas ketek. Selasa (11/02/2025). Ukhuwah Foto/Rhesya Maris

Penulis: Rhessya Maris (Pemimpin Redaksi)

Feature – Ukhuwahnews | Malam ini dingin, ditemani cahaya bulan penuh saya menelusuri jalan-jalan di sekitar monumen bersejarah Kota Palembang, Benteng Kuto Besak (BKB). Di tengah hiruk pikuknya, ada sesuatu yang menarik perhatian saya.

Kretek … kretek…. Suara bising yang berasal dari salah satu ketek memecah lamunan saya pada saat itu.

Ayo dek naiklah sini,” ucap salah seorang bapak-bapak memanggil saya dan teman-teman untuk menaiki ketek miliknya.

Berawal dari rasa penasaran melakukan perjalanan malam menelisik keindahan Kota Palembang di atas ketek, sembari menikmati pemandangan dengan suasana dingin khas Sungai Musi. Menghantarkan saya melihat keindahan dengan cara yang berbeda.

Baca juga: Agus, Pemanen Teh: Ungkap Kisah di Balik Teh Gunung Dempo

Di perjalanan, saya terus memegangi ponsel saya, khawatir tertinggal setiap momen indah seraya terus menerjang angin malam yang dingin. Mungkin kecepatannya mencapai 20-30 knot kala itu.

Kami datang di waktu yang tepat, bulatan terang di atas langit sedang menunjukan keindahannya, tangan saya otomatis mengambil kamera untuk mengabadikan momen tersebut, rasanya tidak sia-sia menahan dingin di malam ini.

Di tengah Sungai, begitu banyak hal yang saya temui, seperti cafe terapung, perahu nelayan dan beberapa perahu untuk mengangkut barang. Tak jarang juga teman-teman saya bertukar sapa dengan orang asing di perahu sebelah. Itu menjadi momen lucu yang tak akan terlupakan sepertinya.

Di pertengahan jalan menikmati pemandangan malam, mata saya tertuju ke bapak tua yang sedang mengawal perahu di belakang.

Pak ini ketek punyo bapak, yo?” tanyaku penasaran.

Iyo dek ini punya bapak dewek,” jawab bapak tersebut sembari tersenyum.

Bapak itu juga menambahkan jika wisata ini dibuka setiap hari mulai dari pagi sampai dengan malam. Dengan merogoh uang sebesar Rp. 20.000 per satu kepala saja kita bisa langsung menikmati wisata ini.

Kurang lebih 30 menit berlalu, akhirnya saya sampai di tempat pemberhentian terakhir. Padahal sebelumnya saya sempat ragu dan takut karena ini kali pertama saya berkeliling menggunakan ketek di Sungai Musi.

Hati-hati, yo, tengok lagi barang-barangnyo agek ketinggalan,” ucap bapak tua tadi sembari membantu kami turun dari ketek miliknya.

Jangan lupo agek naik lagi yo, dek,” sahut temannya.

InsyaAllah yo pak,” sahut kami.

Pemandangan yang disuguhkan begitu Indah dan unik, hampir saja saya tidak ingin pulang dibuatnya. Rasanya seluruh penat saya kemarin ikut hanyut bersama aliran sungai yang saat itu tidak begitu deras.

 

Editor: Annisaa Syafriani

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Gemerlap Cap Go Meh: Keindahan Pernak-Pernik
Next post Anggaran RRI dan TVRI Dipangkas