Penulis: Ahmad Hafiizh Kudrawi (Pengurus LPM Ukhuwah)
Dalam perjalanan untuk mencari petani teh yang bisa dijadikan narasumber. Tak henti-hentinya mata saya berkaca-kaca menikmati pelataran kebun teh yang membentang luas menghiasi lereng Gunung Dempo.
Nuansa perkebunan teh yang hijau dan berbaris megah membuat detak jantung berdebar dipenuhi rasa kagum pada keindahan tanah Pagar Alam.
Selain keindahan alamnya, teh yang tumbuh di lereng Gunung Dempo ini sangat terkenal dibandingkan teh-teh dari daerah Indonesia lainnya. Karena aroma teh yang tajam, warna coklat yang mengilat, rasa yang lebih menyengat saat tersentuh dilidah adalah ciri khas dari teh asal Gunung Dempo, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan.
Namun, teh itu tidak bisa dinikmati oleh seluruh kalangan orang, sebab sekitar 90 persen dari produksi teh yang dikelola langsung PT Perkebunan Teh Nusantara (PTPN) VII Pagar Alam, diperuntukkan bagi pasar ekspor, khususnya ke India dan Eropa. Bahkan, sejumlah teh merek luar negeri menggunakan bahan baku dari teh Gunung Dempo.
Sisanya, hanya sebesar sepuluh persen yang berkualitas rendah atau disebut teh basah diperuntukkan bagi pasar lokal dan nasional.
Untuk mendapatkan pucuk daun teh yang murni dibutuhkan proses panjang. Dari penanaman bibit, perawatan rutin, pemberian pupuk dan pemetikan daun teh sampai diolah langsung oleh tangan pihak PTPN VII Pagar Alam.
Setelah melalui pelataran kebun teh, saya pun sampai di area perkebunan bawang merah milik warga asli setempat. Saya diajak pemilik kebun bawang itu menemui pria mengenakan topi kuning dilengkapi sepatu boot tinggi berwarna hijau.
Agus namanya. Ia sudah menjalani profesi pemanen teh kurang lebih selama 24 tahun. Menurut penuturannya, pelataran kebun teh yang berbaris memenuhi lereng Gunung Dempo telah ada sejak tahun 1980.
Sebagai pemanen teh yang bekerja langsung dengan PTPN VII Pagar Alam, Ia mengatakan berapa jumlah terbesar hasil panen teh yang mampu didapatkan.
“Jumlah hasil panen bergantung dari cuaca dan kualitas pupuk yang digunakan, jumlah terbanyak panen teh pernah mencapai 500 Kg/hari,” tuturnya saat diwawancarai kepada Reporter Ukhuwah, pada Minggu (10/11/2024).
Berbagai macam kendala telah dialami demi menghasilkan pucuk daun teh berkualitas tinggi, mulai dari gangguan cuaca terutama saat musim panas, munculnya hama berkeliaran dan penyakit cacar yang bisa menular ke tanaman teh lainnya apabila terus dibiarkan.
Baca juga: Budaya Mengangkut Air Siswa SD Negeri 73 Pagar Alam
Agus sempat bercerita pada musim panas satu bulan kemarin yang sangat terik. Perkebunan teh mengalami kerugian besar sebab banyak tanaman teh yang gagal panen akibatnya hasil panen banyak sekali di buang.
“Kemarin saat musim kemarau yang panas sekali itu, waduh hasil panen kebun teh banyak sekali gagalnya, belum lagi karena musim panas banyak ulat bulu berkeliaran dan penyakit cacar akan memunculkan bintik-bintik dibagian atas tanaman teh dan bisa menular ke tanaman teh lainnya jika tidak dipotong secepat mungkin,” terangnya sambil membereskan mesin pemotong rumput.
Pemanen teh itu memberi tahu berbagai jenis harga daun teh yang dijual di pasaran. Namun, Ia berkata ada salah satu bagian teh yang jarang ditemukan sekarang, karena cara pemanenan yang sudah menggunakan mesin.
“Harga teh basah paling murah Rp500 per-Kg, Harga teh bagian pucuk harganya Rp1.000 rupiah per-Kg, namun sekarang bagian teh tersebut sangat susah sekali ditemui, karena proses panen yang menggunakan mesin, untuk mendapatkan bagian pucuk teh itu harus menggunakan cara manual dimana petani memetik lalu memilah secara langsung daun tehnya,” jelas Agus.
Pada masa sekarang, kesejahteraan bagi petani teh sudah bisa dibilang berkecukupan. Jika dibandingkan kondisi dulu, daun teh harus memiliki kualitas bagus, namun tidak sepadan pada harga serta penghasilan.
“Dulu harga teh murah berkisar Rp200, tapi pemetikannya harus bagus, kalau teh tidak bagus akan dikembalikan malahan dibuang. Untuk mendapatkan gaji 1 juta rupiah perbulan saja sulit sekali,” ujar pemanen teh itu.
Akan tetapi, sekarang pihak PTPN VII Pagar Alam tidak lagi memberikan bantuan fasilitas. Agus mengaku memakai uang sendiri sebagai modal bekerja sehari-hari.
“Walaupun kebun teh Pagar Alam sudah terkenal, sayangnya dari PTPN VII hanya menyediakan lahan perkebunan. untuk pengeluaran pribadi dalam bekerja, saya mengeluarkan modal sebesar 30 ribu perhari, baik bensin, rokok, maupun ganti oli,” katanya
“Pendapatan saya tergantung jumlah hasil panen biasanya 100 ribu perhari, itu pun cuma cukup membeli keperluan makan seperti beras, garam dan lainnya,” sambungnya bercerita kepada saya.
Demi menyambung kebutuhan hidup yang makin lama kian bertambah, Agus juga memiliki kebun kopi sendiri, yang biasanya Ia rawat seusai bekerja dikebun teh milik PTPN VII Pagar Alam.
Editor: Putri Ayu Lestari
About Post Author
Putri Ayu Lestari
More Stories
Forsaken: Band M-MKR UIN Raden Fatah yang Mengukir Prestasi di Panggung Festival
[gallery columns="1" link="file" size="full" ids="1528"] Penulis: Sri Wahyuni (Pengurus LPM Ukhuwah) Di tengah hingar bingar panggung Festival Band and Competition...
Niat Suci ASN Guru Tunaikan Ibadah Haji
[gallery columns="1" link="file" size="full" ids="1516"] Penulis: Ahmad Hafiiz Kudrawi (Pengurus LPM Ukhuwah) Menunaikan ibadah haji adalah mimpi terbesar bagi seluruh...
Serendipity: 9,5 Untuk Kemojo
[gallery columns="1" link="file" size="full" ids="1239"] Penulis: Winda Wulandari (Pengurus LPM Ukhuwah) “Kalau 10 terlalu sempurna. Kalau 8 gak bersyukur, jadi...
Average Rating