
Perahu Bidar, Warisan Ikonik Kota Palembang

Penulis: Nyimas Nandita (Pengurus LPM Ukhuwah UIN Raden Fatah Palembang)
Artikel – Ukhuwahnews | Dalam merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus, Kota Palembang selalu menggelar perlombaan perahu yang sekaligus ditandai sebagai tradisi oleh masyarakat Palembang. Tradisi lomba perahu tersebut dinamakan Perahu Bidar yang digelar di Sungai Musi.
Tapi, apakah Sahabat Ukhuwah tahu apa itu Perahu Bidar? Bagaimana awal mulanya? Adakah kampung penghasil pendayung Perahu Bidar? Yuk baca artikel ini sampai selesai!
Melansir dari beberapa sumber, Perahu Bidar memiliki arti perahu perang”. Namun, Perahu Bidar memiliki nama lain yaitu “Perahu Pencalang” berarti perahu yang melaju cepat, terbuat dari kayu, berbentuk panjang, dan tidak memiliki penutup.
Baca Juga: Hingga 2023, Antuasiasme Lomba Perahu Bidar Tidak Pernah Surut
Pada Kesultanan Palembang Darussalam, Perahu Bidar digunakan sebagai kapal cepat untuk menjaga keamanan wilayah. Ada pula Raja dan orang penting biasa menggunakannya untuk plesiran.
Selain itu, Perahu Bidar dimanfaatkan sebagai alat transportasi air dan alat perdagangan yang memiliki muatan 50 orang dan membutuhkan 8-30 orang untuk mengayuh. Memiliki panjang 10-20 meter dan lebar 1,5-3 meter.
Untuk menjaga eksistensi dari Perahu Bidar, diadakanlah perlombaan Perahu Bidar. Perkiraan pertama kali dilaksanakannya perlombaan ini saat perayaan hari ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina pada 31 Agustus di Palembang.
Hingga saat ini perlombaan Perahu Bidar masih terus diselenggarakan setiap HUT RI dan Hari Jadi Kota Palembang. Dan kini penampilan Perahu Bidar sediki berbeda dengan zaman Kesultanan Palembang Darussalam yang terbagi menjadi dua jenis.
Pertama, Perahu Bidar Kecik (kecil). Jenis ini memiliki panjang sekitar 12,70 meter, tinggi 60 cm, dan lebar 1,2 meter. Dengan muatan 24 orang yang terdiri dari 22 pendayung, 1 kapten, dan 1 pengendali baldi air. Kedua, Perahu Bidar Besak (besar). Memiliki panjang sekitar 29 meter, tinggi 80 cm, dan lebar 1,5 meter. Dengan muatan 57 orang yang terdiri dari 55 pendayung, 1 kapten, dan 1 pengendali baldi air.
Kampung Penghasil Pendayung Bidar
Terlepas dari sejarahnya, Perahu Bidar merupakan tradisi mendayung perahu yang tentunya membutuhkan pendayung handal untuk mengendalikannya.
Kampung Keramasan, salah satu pemukiman yang terletak di Sungai Keramasan, anak Sungai Musi. Daerah Keramasan menjadi salah satu penghasil para pendayung handal sedari dulu. Biasanya disewa oleh beberapa pihak, baik pemerintah, organisasi, maupun perusahaan untuk berpartisipasi dalam perlombaan Perahu Bidar.
Baca Juga: Gaungkan Melek Digital, FISIP UIN RF Angkat Seminar Media Siber
Ada pula Kampung Kertapati dan 1 Ulu, terletak di tepi Sungai Ogan yang juga bagian dari anak Sungai Musi. Daerah ini juga menjadi salah satu penghasil para pendayung handal Perahu Bidar.
Namun, para pendayung tidak ada pendidikan khusus. Mereka hanya berlatih dari pendayung sebelumnya. Banyak dari atlet dayung Sumatera Selatan lahir dari masyarakat di kampung-kampung yang melestarikan tradisi tersebut.
Editor: Rhessya Maris