Read Time:2 Minute, 26 Second

Artikel – Ukhuwahnews | Media sosial ramai istilah Fatherless yang ditujukan pada anak yang kehilangan sosok ayah secara psikologi dan emosional. Kondisi ini terjadi akibat dari perceraian, Long Distance Marriage, dan budaya patriarki yang tumbuh didalam keluarga.

Akar permasalahan terbesar fenomena adalah budaya patriarki dalam keluarga. Para ayah cenderung merasa bahwa tugasnya dalam keluarga hanya sebagai pencari nafkah yang harus melakukan pekerjaan dirumah serta peran sebagai orang tua hanya dilimpahkan kepada ibu. Budaya ini membuat anak cenderung lebih dekat kepada ibu dibandingkan ayah.

Berdasarkan data dari United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2021. Sekitar 20,9% anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah. Artinya, dari jumlah 30,83 juta anak usia dini yang ada di Indonesia sekitar hampir 3 juta anak kehilangan sosok ayah atau tidak tinggal bersama dengan ayahnya.

Dampak dari fenomena ini membuat para anak mengalihkan dan melampiaskan kebutuhannya kapada hal lain inilah yang menjadi cikal bakal awal permasalahan yang lebih besar bagi anak.

Apa yang terjadi jika anak tumbuh tanpa sosok ayah? Inilah beberapa dampak yang harus Sahabat Ukhuwah ketahui jika anak tumbuh tanpa ada peran ayah.

1. Emosi yang tidak Stabil, dilansir dari situs Halodoc anak yang mengalami Fatherless biasanya cenderung akan rentan mengalami gangguan mental seperti kecemasan, depresi, stress dan ketidakmampuan mengolah emosi. Kondisi ini disebabkan oleh perasaan kehilangan, kesepian dan ketidaknyamanan anak.

2. Perkembangan karakter yang buruk, anak yang mengalami fenomena ini sering kali mendapatkan kesulitan dalam tumbuh kembang karakternya. Mereka akan menjadi pribadi yang sulit diatur, tidak mau taat kepada aturan, dan ingin kebebasan.

3. Mudah terjerumus dalam pergaulan bebas, secara psikologis anak yang kehilangan sosok ayah cenderung melakukan hal-hal yang buruk untuk menarik perhatian orangtuanya, mereka juga lebih rentan mengalami kenakalan remaja karena mereka tidak memiliki sosok ayah yang dapat mengawasi dan mengarahkan anaknya.

Baca juga: Maraknya Trend FOMO atau Budaya Pak Turut di Indonesia

Dampak di atas, lahir akibat dari ketidakseimbangan antara peran ayah dan ibu, sehingga anak tidak merasakan “keutuhan” dalam keluarga. Dilansir dari laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, ibu dengan sisi emosionalnya berperan untuk mengajarkan anak mengenai kasih sayang dan empati. Sedangkan, ayah dengan sisi logikanya, mengajarkan anak mengenai kemandirian, kedisiplinan, dan pengambilan keputusan yang logis.

Peran ayah disini sangat dibutuhkan untuk melatih tumbuh kembang anak. Para ayah dapat mewujudkan interaksi dan perannya melalui empat hal, yaitu:

1. Membatu anak dalam menyelesaikan masalah

2. Menjadi teman bermain dan menjadi tempat bercerita bagi anak

3. Mengajarkan anak mengenai perilaku apa saja yang bisa diterapkan dalam kehidupan sosial.

4. Membantu Ibu dengan menyiapkan segala kebutuhan dan membimbing anak agar siap menghadapi tantangan hidup di masa depan.

Dengan begitu, fenomena Fatherless yang menjadi cikal bakal permasalahan anak dimasa depan bisa diberantas. Para ayah harus tau bahwa perannya dalam unit keluarga bukan hanya mencari nafkah saja namun juga turut andil sebagai orang tua yang mempersiapkan tumbuh kembang anaknya.

Penulis: Rhessya Putri Wulandari Tri Maris
Editor: Putri Ayu Lestari

About Post Author

Putri Ayu Lestari

Mahasiswa Program Studi Jurnalistik tahun 2021 UIN Raden Fatah Palembang
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
100 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Dekan FISIP UIN RF Harapkan Alumni Berkualitas Pada Yudisium Ke-XXIV
Next post Hasil Forensik Ungkap Sebab Meninggalnya Mahasiswi UIN RF